Sidang Lanjutan Dana Insentif BPPD.Saksi Ahli Siskawati Pojokkan Ari.Saksi Ahli Ari Suryono,”Harus Dicari Dulu dan Buktikan Siapa Aktor Yang Memberi Perintah Pemotongan”


Saksi ahli hukum pidana dari Unair Surabaya Bambang Suhariyadi SH MH saat memberikan penjelasan terkait perkara pemotongan dana insentif di PN Tipikor Surabaya di Jl Juanda.

Saksi ahli hukum administrasi pemerintahan Aan Effendy SH dari Universitas Negeri Jember (Unej) yang dihadirkan PH terdakwa Ari Suryono Erlan Jaya Putra SH.

Penasehat hukum terdakwa Siskawati, Erlan Jaya Putra SH

Penasehat Hukum terdakwa Ari Suryono Ridwan Achmad SH.

DIMENSINEWS.COM SIDOARJO; Pengadilan Negeri (PN) Tindak pidana korupsi (Tipikor) Surabaya di Juanda Senin (26/8) tadi kembali menggelar sidang lanjutan kasus pemotongan insentif ASN BPPD Sidoarjo.

Sidang lanjutan kali ini memasuki tahap keterangan saksi ahli.
Sebagaimana sudah diagendakan dalam sidang sebelumnya,Majelis hakim yang mengadili perkara menyetujui permintaan dua penasehat untuk menghadirkan dua saksi ahli dari dua penasehat hukum dua terdakwa masing-masing Aan Effendy SH MH,saksi ahli bidang hukum administrasi negara dari Universitas Negeri Jember (Unej) yang dihadirkan PH terdakwa Ari Suryono,Erlan Jaya Putra SH.
Sementara PH terdakwa Siskawati,Ridwan Achmad SH menghadirkan saksi ahli hukum pidana dari Unair,Bambang Suhariyanto SH MH
Dalam keterangannya dihadapan persidangan, Aan Effendy mengatakan bahwa menurut pendapatnya yang paling bertanggung jawab terhadap perkara pemotongan dana insentif puluhan di internal BPPD Sidoarjo adalah pemberi mandat.
Dr. Efendi menerangkan, berdasarkan prinsip-prinsip hukum administrasi dan tata kelola pemerintahan yang paling bertanggung jawab dalam mandat atau delegasi dari atasan adalah kepala, karena menurutnya, kepala adalah pemilik wewenang, bawahan adalah mandataris wewenang.
“Maka pemilik wewenang bertanggung jawab, kecuali pembawa mandat melebihi apa yang di mandatkan,” kata Efendi di persidangan.
Dia menambahkan, pemotongan insentif tidak mungkin bisa dilakukan bawahan jika tidak ada mandat dari kepala badan, pemotongan insentif bisa berhenti atas persetujuan kepala badan.
Sementara itu saksi ahli terdakwa Ari Suryono ahli hukum pidana Dr. Bambang Suharyadi SH. MH Universitas Amengatakan, yang perlu dijelaskan dalam persidangan yakni, apakah ada unsur paksaan, siapa yg memaksa, dan pegawai yang dipotong insentif nya merasa diintimidasi atau tidak.
“Kalau tidak ada unsur paksaan dan yang dipotong tidak keberatan apalagi ketakutan atau ada intimidasi kalau menolak atau tidak mau dipotong, selama tidak ada paksaan tidak apa-apa,” ungkapnya.
Sementara berdasarkan fakta persidangan dari saksi pegawai BPPD yang dihadirkan JPU KPK tidak ada satupun yang menyatakan ada unsur paksaan, mereka menerima karena semua dikenakan pemotongan.
Lebih tandas, Bambang yang juga dosen pengajar tetap fakultas hukum Unair tersebut menjelaskan seputar pendapat/kedudukan hukum terkait pasal 12 huruf e dan f UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi.Sesuai isi salah satu pasal yang didakwakan kepada dua terdakwa.
Menurut Bambang,berdasar kronologis,pasal yang menjadi bagian dari isi.pasal UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi itu bersumber dari pasal 423 KUHP (huruf e) dan Pasal 425 (huruf f) KUHP tentang tindak pidana penyalah gunaan kewenangan/pemaksaan (huruf e) dan perbuatan yang dilakukan dengan sengaja karena jabatan memerintahkan,meminta dan memotong uang untuk kepentingan/keuntungan pribadi dan atau orang.lain.
“Bahwa terkait dengan perkara serta menjawab pertanyaan tersebut.Menurut pendapat saya harus benar-benar diteliti dan ditelusuri sekaligus harus dibuktikan baik dalam pemeriksaan maupun dipersidangan apakah unsur2 atas perbuatan penyalah gunaan kewenangan (mens rea) berupa perintah seperti meminta,membayar dan memotong uang/anggaran yang dilakukan oleh pejabat/penyelenggara negara itu memang ada unsur paksaan.
“Karena menurut pendapat sebagian ahli hukum,bahwa kata kunci dari salah seorang pejabat/penyelenggara itu bisa dijerat pasal tersebut bila timbul gejolak rasa/perasaan terpaksa yang dialami para ASN (Aparat sipil negara) selaku obyek hukum atas tindakan hukum pejabat/penyelenggara negara (atasan)_nya”urai Bambang.
Sebagai salah satu indikator apakah ada unsur paksaan,Bambang mencontohkan biasanya ada rasa kekhawatiran/ketakutan yang dialami oleh para ASN,seperti takut disanksi administrasi atau dimutasi bila tidak/menolak perintah pejabat/ atasannya.
“Dari kasus-kasus yang pernah terjadi sebelumnya,indikasi ketakutan dan kekhawatiran ini yang sering terjadi/dialami oleh para ASN.Maka untuk mencari siapa yang paling bertanggung jawab secara hukum atas kasus seperti ini,harus dicari betul siapa oknum,atau aktor intelektual yang memerintahkan pemotongan dana insentif tersebut”beber dosen senior yang hampir keseluruhan rambutnya sudah memutih tersebut.
Unsur lain terkait ada tindakan tekanan/paksaan yang dilakukan oleh penyelenggara adalah tindakan meminta,membayar dan memotong uang/anggaran para ASN ini dilakukan secara rutin dan terus menerus seolah-olah ini setoran wajib,”Padahal ini bukan hutang”tandas Bambang menjawab pertanyaan salah satu anggota tim JPU KPK seputar terjadinya praktik penyalah gunaan kewenangan yang dilakukan pejabat di BPPD.
Sementara menjawab pertanyaan salah satu anggota majelis hakim yang mengadili perkara tentang status hukum hasil dari tindakan penyalahgunaan Kewenangan/unsur niat jahat (Mens rea) yang dilakukan pejabat/penyelenggara negara meski ada upaya pengembalian,Bambang dengan lugas mengatakan,”point’ terpenting dari pasal yang didakwakan dalam perkara ini ditentukan bagaimana unsur pemaksaan dan niat jahat yang dilakukan bisa terbukti/dibuktikan.
“Soal hasil dari tindakan penyalah gunaan yang dilakukan pejabat itu status hukumnya bagaimana menurut pendapat saya bisa dikategorikan sebagai hasil kejahatan sepanjang unsur2 dalam delik perkaranya terbukti/terpenuhi”tukas Bambang.
Sementara penasehat hukum terdakwa Siskawati,Erlan Jaya Putra SH yang ditemui usai persidangan,mengatakan dari keterangan ahli menunjukkan bahwa yang paling bersalah dalam kasus pemotongan insentif ASN BPPD yakni kepala badan.
“Siskawati ini sebagai pegawai yang insentif nya juga dipotong, dan pegawai yang juga hanya menjalankan perintah oleh kepala badan. Disini sudah jelas bahwa tanggung jawab hukum ada pada Ari Suryono,” pungkasnya.(Dillah)

Berita Terkait

Top